Tulisan kedip

Senin, 07 September 2009

Bersyukur kepada Allah

Allah dadosaken segala sesuatu dengan tujuan tertentu, kados anugerahipun. Saben-saben anugerah engkang sampun kulo panjenengan tampi saking Allah, arupi keimanan, daharan, kesehatan, meripat lan kuping engkang jumlah kaleh, meniko merupakan anugerah kangge kito manungso supados bersyukur dateng ngresanipun Allah SWT.
Allah sampun pareng pinten-pinten nikmat lan anugerahipun dumateng kito, sehinggo kulo lan panjenengan sedoyo boten saget milang, ngitung-ngitung pinten jumlahipun. Sedoyo makanan yang kita nikmati, udara kangge nafas, keindahan alam di sekitar kito engkang kaliyan meripat kito dapat menikmati keindahan niku. Sedoyo merupakan anugerah Allah SWT. Sedemikian banyaknya anugerah ini sehingga digambarkan dalam Al-Qur`an surat An Nahl ayat 18 :



“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (an-Nahl: 18)

Poro jama'ah engkang kawulo hormati,
Sedoyo nikmat lan anugerah meniko diberikan oleh Allah dengan sebuah alasan. Alasan bagi semua kemurahan ini—nopo kemawon bentukipun—adalah perintah kepada manusia supados menuju ketentuanipun Allah SWT. Hal ini karena segala sesuatu yang diberikan Allah mengharuskan kita bersyukur sebagai balasannya. Allahlah yang memberikan rahmat. Karena itu, kita harus menunjukkan keikhlasan bersyukur kito hanya kepada Allah SWT.

Rasa bersyukur niku merupakan ibadah lan ugi cara untuk melindungi kito saking “penyimpangan”. Boten bersyukur berarti melangkah menuju kerusakan dan kejahatan, melupakan kelemahan-kelemahan, dan menjadi takabbur ketika mereka semakin kaya dan berkuasa. Menunjukkan rasa bersyukur kita kepada Allah berarti melindungi diri dari “kerusakan”. Mereka yang menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah disertai ilmu bahwa semua yang mereka capai adalah pemberian Allah, berarti mereka mengetahui bahwasanya mereka bertanggung jawab menggunakan semua rahmat ini di jalan Allah dan seperti kehendak-Nya. Itulah rasa syukur kepada Allah yang didasari kerendahan hati dan kedewasaan para rasul. Seperti Nabi Daud a.s. atau Nabi Sulaiman a.s. yang kepadanya diberikan harta, kedudukan, dan ketundukan. Sebenarnya, peristiwa Qarun—yang menjadi ingkar disebabkan harta—adalah karena ia tidak bersyukur kepada Allah.
Jika orang beriman tidak menjadi takabbur dan melampaui batas dengan rahmat dan harta yang diberikan kepadanya, Allah akan menambahkan kenikmatan yang telah diberi.

“Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)
Bersyukur boten kedah menunjukkan kalian kata-kata "aku bersyukur" boten. Justru engkang harus dipun lampahi inggih puniko menggunakan setiap anugerah niki di jalan yang disukai Allah. Sebagai tahap awal, tubuh yang dianugerahkan kepada kita, harus kita pergunakan untuk berjuang karena-Nya. Al-Qur`an pun memberitahukan bagaimana cara menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah, yaitu dengan menyebut semua anugerah-Nya, dengan menyampaikan “pesan”-Nya kepada semua,

“Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta maka janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (Ad-Dhuhaa: 5-11)

Poro jama'ah engkang dipun mulyaaken deneng Allah,
Surat ad-Dhuha ayat 5-11 meniko memberikan gambaran dumateng kulo lan penjengen sedoyo supadoso kito saget manfaataken anugerah engkang sampun dipun parengaken dumateng kito, memanfaataken wonten ing radosan engkang sampung ditentoaken deneng Allah SWT sebagai bukti bahwa kito mensyukuri nikmat-nikmat lan anugerah-anugerahipun Allah SWT, kados dospundi sikap kito dumateng anak yatim? Nopo kito sampun bersikap baik terhadap mereka ataukah malah suwalike? Bersikap sewenang-wenang terhadap mereka, memanfaatkan mereka? Nabi Muhammad telah memberikan penjelasan, dospundi kedudukan kito umat Islam engkang sampun purun ngerawat anak-anak yatim, kados sabdahepun :

Saya dan orang-orang yang telah merawat anak yatim seperti ini, sambil menunjukkan kedua jari tangan beliau.
Lajeng dospundi sikap kito dumateng tiyang-tiyang engkang meminta-minta? Pengemis? Kito usir? Kaliyen sempuntene, ngapunten, lan liya-liyane? Nopo sebaliknya? Nabi Muhammad sampun ngendikan :

Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.
Lajeng poro jama'ah engkang menurut surat ad-Dhuha meniko, dospundi sikap kito terhadap nikmat engkang sampun diparengaken Allah SWT dumateng kito? Bersyukurkah kita kalian nyebut-nyebut kenikmatan itu? Nuduhno dalan wong liyo supados saget angsal nikmat kados engkang sampun kito peroleh? Atau sebalik, mendel kemawon, nek oleh rizqi akeh meneng, nek oleh rizqi sak itik ngomong gak karuan?

Poro jama'ah engkang kawulo hormati, senyampang niki taksek ulan romadlon, monggo memanfaatkan sisa sedoso dinten terakhir meniko kanthi meningkatkan amal ibadah kito, kaliyan banyak bersyukur, ngatah-ngatahaken shodaqah, ngetah-ngetahaken amal sholeh supados kulo lan penjengan sedoyo saget termasuk tiyang engkang bener-bener 'Idul Fitri. Amin ya rabbal alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar