Tulisan kedip

Jumat, 09 April 2010

UJIAN NASIONAL

Carut marutnya Ujian Nasional merupakan hasil dari sebuah sistem yang sebelah mata dalam membijakinya, kadang tidak salah jika sementara pendapat menyatakan bahwa Ujian Nasional tidak mereprentasikan keberhasilkan putra didik,
logika pertama yang sangat membenarkan pernyaataan tersebut adalah karena Ujian Nasional merupakan sisi yang mencerminkan cognitive siswa dan lepas dari psikomotorik apalagi afektif, padahal penilaian secara sepaurna mebutuhkant tiga ranah tersebut. Logika kedua jika ada anak tidak berhasil karena pada saat melakasanakan Ujian Nasional tertekan psikisnya kemudian down pada saat ujian kemudian tidak berhasil padahal sebelumya pandai apakah ini hasil penilaian yang sepurna, apakah fonis tidak berhasil ini merupakan suatu kebenaran, tentu tidak menurut akal yang sehat. Logika ketiga penilain pusat yang tidak mengikut sertakan guru sangat tidaklah layak karena secara relistis yang menjiwai yang mengetahui kejiwaan kepandaian kecerdasan suasana siwa adalah guru, kemudian guru ditinggal begitu saja tanpa campur tangannya yang sebenarnya tahu jati diri siswa dan keputusannya beda dengan kenyataan dan siswa yang jadi korban kebiadapan kebijakan yang tidak logis kemudian siapa yang bertanggung jawab?

Di sisi lain pemerintah dengan BSNP nya ngotot mempertahankan system tersebut dengan alasan standarisasi nilai dikuatkan dengan pernyataan sampai saat tidak ada alat yang bisa mensentandarisasikan nilai dalam dunia pendidikan Indonesia kecuali Ujian Nasiaonal, Jusmen inilah yang memunculkan kebijakan harus dilakukan Ujan Nasioal. Dengan tidak melihat akibat yang timbul di masyrakat, terutama dunia pendidikan yang dianggap paling terhormat. Walaupun menuai protes dari yang berbagai kalangan praktisi pendidikan maupun guru yang tidak setuju dengan sistem Ujian Nasional sebagai tolak ukur dari keberhasilan siswa dan tidak pernah di gobris sama sekali,

Okelah jika hanya sebagai standar orang banyak mamahami dan mungkin sediki diterima oleh masyarakat secara luas yang paling naïf adalah keputusan lulus tidak lulus yang timbul dari diskripsi diatas, ketidak lulusan yang merupakan brutus bagi masyarakat pendidikan baik anak guru maupun orang tua. Karena efek kitidaklululusan sangat besar bagi anak karatkter anak terbunuh, masa depan anak hancur, anak menjadi pesimitis, minder, stress dan lain yang mengancam kejiwaan anak, anak menjadi malas, ketika kejadian itu menimpa anak didik, apakah mereka bisa bangkit dari keterpurukan bagi guru akan terancam kredibelitasnya bagi orang tua akan trauma menyekolahkan Anakya. apakah ini tidak berbenturan dengan semangat pemerintah membagun dunia pendidikan pendidikan?, sementara disisi lain kebijakan ini secara tidak langsung membunuh pedidikan dengan membunuh karakter anak dengan istilah Tidak Lulus, inilah boomerang bagi pendidikan yang seharusnya dibuang jauh jauh dari system dunia pedidikan.indonesia,
Gambaran diatas merupakan neraca keseimbangan berpikir bagi kita dalam menentukan, membijaki, mecermati, mengamati proses pendidkan yang ujungnya hanya ikhlas memperjuangkan kemajuan keberhasilan anak dan generasi penerus bangsa. Para pengamat Jangan hanya ngomong komentar memojokkan dan melempar semua kesalahan pada masyarkat pendidikan terutama guru kepala sekolah serta anak serta anak dengan istilah mengajak kenerakalah dll, semua kasus semua kecurangan yang terjadi yang didakwakan pada guru kepala sekolah jangan hanya dipandang dari sudut hukum luar, mereka punya hati nurani punya perasaan mereka punya hubungan bathin dengan anak, mereka yang mengajarkan anak, memanusiakan anak, sistem pendidikan yang memaksa mereka, dan merekalah yang jadi korban kebijakan pendidkan itu.
Mengamini bahkan mengimani kecurangan adalah sesuatu haram tetapi dalam konteks ini keyakinan saya hujatan yang diberikan kepada mereka masyarkat pendidikan terutama guru kepala sekolah. tidak akan di terima secara moral, bahkan sang penghujat akan dituntut beribu bahkan berjuta guru kepala yang pernah merasakan susah payah sebagai pendidik dan dan Pembina dan akhirnya anak didiknya divonis tidak lulus..Mari berpikir secara jernih mari bertantanya pada nurani kita dan renungkan kemudian kita jawab dengan keikhlasan dan kerendahan hati, ke,egoan, kesombongan merasa suci, kita buang jauh, Guru adalah Pahlawan Tanpa tanda jasa pendidikkan adalah martabat bangsa bukan proyek tapi proyeksi hasil kwalitas pendidikan kedepanlah yang harus kita pikir bersama khususnya pemerintah dan aggota legeslatif yang punya otoritas mengambil kebijakan dengan menkaji atau merubah kebijakan keputusan kelululusan dan ketidak lulusan Ujian Nasional. Agar preseden buruk yang mencoreng martabat pendidikan tidak terulang lagi.Al hasil dari dari berbagai penelitian dan survey mebuktikan dari sejumleh responden Guru,Praktisi Pendidikan, Orang Tua Anak 90% Setuju UN Masih tetap tetapi tidak menjadi standar KELULULUSAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar