BAB III
PEMBAGIAN
HADIS BERDASARKAN JUMLAH PERAWINYA
A.
Hadis Mutawatir
1. Pengertian Hadis Mutawatir
Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa’il
dari at-tawatur yang artinya berurutan.
Sedangkan secara istilah adalah
المتواتر هو ما رواه جمع عن جمع بلا حصر بحيث يبلغون حدا تحيل العادة
تواطؤهم على الكذب بشرط ان يكون مستند انتهائهم الحس او السماع
“Hadis
Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah
besar rawi dari sejumlah besar rawi, tanpa batas yang jumlah mereka itu menurut
adat kebiasaan mustahil mereka bersepakat dusta, dengan syarat hadis tersebut
hasil dari tangkapan penglihatan atau pendengaran mereka”
Kitab yang menghimpun segala hadis mutawatir yang
terkenal adalah kitab Al-Azharul Mutanatsirah fi’l Akhbari Mutawatirah, karya
Imam As Suyuthi (911 H).
Hadis
mutawatir memberi faedah ilmu-dlarury, yakni meyakinkan dan harus menerimanya
bulat-bulat sesuatu yang diberitakan oleh hadis mutawatir karena membawa kepada
keyakinan yang qoth’i (pasti). Rawi-rawi hadis mutawatir tidak perlu lagi
diselidiki tentang keadilan dan kedlabithannya.
2. Syarat-syarat Hadis Mutawatir
Syarat hadis mutawatir :
a.
Hadis
yang diriwayatkan berdasarkan pendengaran atau penglihatan sendiri, bukan dari
hasil pemikiran, rangkuman atau dugaan.
b.
Jumlah
rawi-rawinya harus mencapai bilangan yang mampu mencapai ilmu’dl-dlarury
(meyakinkan).
c. Ada keseimbangan antara rawi-rawi dalam
lapisan pertama dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Misalnya ada Hadis
yang diriwayatkan oleh 10 orang sahabat kemudian diriwayatkan oleh 5 orang
tabiin dan seterusnya diriwayatkan oleh 3 orang tabi’it-tabi’in maka Hadis
tersebut tidak termasuk hadis mutawatir, karena jumlah rawi-rawinya tidak
seimbang antara lapisan pertama dengan lapisan kedua dan ketiga.
3. Macam-macam Hadis Mutawatir
Hadis
mutawatir terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Mutawatir Lafdzi ialah apabila
lafadz dan maknanya mutawatir.
Misalnya
hadis:
من كذب على متعمدا فليتبوء مقعده من النار (رواه بضعة وسبعون صحابيا)
“Barang siapa membuat
kebohongan atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menempati tempatnya di
neraka”
Hadis
ini telah diriwayatkan lebih dari 70 sahabat, dan di antara mereka termasuk 10
orang yang dijamin masuk surga.
b. Mutawatir Maknawi ialah maknanya
yang mutawatir sedangkan lafadznya tidak.
Misalnya
: hadis-hadis tentang mengangkat tangan dalam berdo’a
Hadis ini telah diriwayatkan dari Nabi
sekitar 100 macam hadis tentang mengangkat tangan ketika berdo’a. Dan setiap
hadis tersebut berbeda kasusnya dari hadis yang lain.
Sedangkan setiap kasus belum mencapai derajat
mutawatir. Namun bisa menjadi mutawatir karena adanya beberapa jalan dan
persamaan antara hadis-hadis tersebut yaitu tentang mengangkat tangan ketika
berdo’a.
4. Hukum Hadis Mutawatir
Hadis
mutawatir mengandung ilmu yang harus diyakini yang mengharuskan kepada manusia
untuk mempercayainya dengan sepenuh hati sehingga tidak perlu lagi untuk
mengkaji dan menyelidiki, seperti pengetahuan kita akan adanya Makkah
Al-Mukarromah, Madinah Al-Munawwaroh, Kairo, Damaskus, dan Baghdad, tanpa
membutuhkan adanya penelitian dan pengkajian. Maka hadis mutawatir adalah
qath’i tidak perlu adanya penelitian dan pengkajian tentang keberadaan tentang
keadaan para perawinya.
5. Kitab-kitab Hadis Mutawatir
Sebagian
ulama’ telah mengumpulkan hadis-hadis mutawatir dalam sebuah buku tersendiri.
Di antara buku-buku tersebut adalah:
- Al Azhar Al Mutanatsirah fil Akhbar Al Mutawatirah, karya As-Suyuthi, berurutan berdasarkan bab.
- Qathful Azhar, karya As-Suyuthi, ringkasan kitab di atas.
- Al La’ali Al Mutanatsirah fil AHadis Al Mutawatirah, karya Abu Abdillah Muhammad bin Thulun Ad-Dimasyqi.
- Nazhmul Mutanatsirah minal AHadis Al Mutawatirah, karya Muhammad bin Ja’far Al-Kattani.
B.
Hadis Ahad
1. Pengertian Hadis Ahad
Menurut bahasa adalah merupakan jamak dari kata ahad, yang artinya satu
(wahid). Khabar wahid adalah berita yang diriwayatkan oleh satu orang.
Sedangkan menurut istilah
ما لم يجمع شروط التواتر
“Hadis
yang tidak terkumpul syarat-syarat mutawatir”
Atau hadis ahad adalah segala Hadis yang diriwayatkan oleh orang seorang
atau dua orang atau lebih tetapi tidak cukup terdapat sebab-sebab yang
menjadikannya masyhur
2. Hukum Hadis Ahad
Hadis
ahad menunjukkan kepada pengetahuan yang sifatnya teoritis (al ilmu an nadhari),
yaitu pengetahuan yang tegak karena adanya teori dan dalil.
3. Klasifikasi Hadis Ahad
Hadis ahad terbagi menjadi 3
macam, yaitu : Masyhur, ‘Aziz, dan Gharib.
a. Hadis Masyhur
Menurut bahasa, merupakan isim
maf’ul dari syahartu al-amra, yang berarti saya mengumumkan atau menampakkan
suatu perkara. Disebut seperti itu karena penampakkannya yang jelas.
Sedangkan
menurut istilah adalah
ما رواه
ثلاثة فأكثر فى كل طبقة ما لم يبلغ حد التواتر
"Hadis yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau
lebih pada setiap thabaqah (tingkatan) dan belum mencapai batas mutawatir"
Contohnya:
Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ
لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ
يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا
اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ
فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mencabut ilmu dari para hambanya sekaligus, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga apabila Allah tidak menyisakan seorang pun yang berilmu, maka manusia mengangkat para tokoh yang bodoh, lalu mereka ditanya, sehingga mereka berfatwa dengan tanpa ilmu, dan akhirnya mereka sesat dan menyesatkan” (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)
Hadis masyhur ini juga disebut dengan nama Al-Mustafidh.
Hadis
Mustafidh
Menurut bahasa, merupakan isim fa’il
dari istifadla, pecahan kata dari fadla al-maa, yang berarti air yang
melimpah-limpah. Dinamakan seperti itu karena tersebar.
Menurut istilah, ada tiga pendapat
yang berbeda, yaitu:
Merupakan sinonim dari Hadis
masyhur.
Hadis mustafidl lebih spesifik dari Hadis
masyhur, karena pada Hadis mustafidl disyaratkan pada kedua ujung sanadnya
harus sama, sedangkan pada Hadis masyhur hal itu tidak disyaratkan.
Hadis mustafidl lebih umum dari Hadis
masyhur, yaitu berlawanan dengan pendapat kedua.
Masyhur
yang Tidak Tergolong Istilah Hadis Masyhur
Yang dimaksudkannya adalah sesuatu (Hadis)
yang telah popular (masyhur) di kalangan tertentu, namun tidak memiliki
syarat-syarat yang dituntut (sebagai Hadis masyhur). Hal itu berupa:
·
Hadisnya
memiliki hanya satu sanad.
·
Hadisnya
memiliki lebih dari satu sanad.
·
Hadisnya
tidak memiliki sanad.
Hukum
Hadis Masyhur
Masyhur menurut istilah maupun yang
tidak termasuk istilah tidak dapat diklaim sebagai Hadis yang shahih atau tidak
shahih melainkan ada yang shahih, ada juga yang hasan, dla’if bahkan yang
maudlu’. Hadis masyhur -menurut istilah Hadis- yang shahih memiliki kriteria
lebih kuat dari Hadis ‘aziz dan Hadis gharib.
Kitab-Kitab
yang Populer
Yang dimaksud kitab-kitab Hadis
masyhur disini adalah Hadis-Hadis masyhur yang beredar ditengah-tengah
masyarakat, bukan masyhur menurut istilah Hadis, di antaranya:
·
Al-Maqashid
Al-Hasanah fima Isytahara ‘ala Al-Alsinati, Karya As-Sakhawi.
·
Kasyfu
Al-Khafa wa Muzail Al-Ilbas fima Isytahara min Al-Hadis ‘ala Al-Sinati An-Nas,
Karya Al-Ajiluni.
·
Tamyizu
At-Thayib min Al-Khabits fima Yaduru ‘ala Al-Sinati An-Nas min Al-Hadis, Karya Ibnu
Ad-Daiba’ As-Syaibani.
Hadis
masyhur di luar istilah tersebut
dapat dibagi menjadi beberapa macam yang meliputi : mempunyai satu sanad,
mempunyai beberapa sanad, dan tidak ada sanad sama sekali; seperti :
1) Masyhur di antara para ahli Hadis secara
khusus, misalnya Hadis Anas : ”Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam pernah melakukan qunut selama satu bulan setelah berdiri dari ruku’
berdoa untuk (kebinasaan) Ra’l dan Dzakwan” (HR. Bukhari dan Muslim)
2)
Masyhur di kalangan ahli Hadis, ulama dan
orang awam, misalnya : ”Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat
dari lisan dan tangannya” (HR. Bukhari dan Muslim)
3)
Masyhur di antara para ahli fiqh,
misalnya : ”Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talaq” (HR.
Al-Hakim; namun Hadis ini adalah dla’if)
4)
Masyhur di antara ulama ushul fiqh,
misalnya : ”Telah dibebaskan dari umatku kesalahan dan kelupaan…..” (HR.
Al-hakim dan Ibnu Hibban)
5) Masyhur di kalangan ahli nahwu, misalnya :
“Sebaik-baik hamba adalah Suhaib seandainya ia tidak takut kepada Allah maka ia
akan berbuat maksiat”
6) Masyhur di kalangan masyarakat umum, misalnya
: ”tergesa-gesa adalah bagian dari perbuatan syaithan” (HR. Tirmidzi dengan
sanad hasan. Lihat Nudhatun-Nadhar halaman 26 dan Tadribur-Rawi halaman 533).
Buku-buku yang berisi tentang kumpulan Hadis masyhur, antara lain :
1)
Al-Maqaashidul-Hasanah
fiimaa Isytahara ‘alal-Alsinah, karya Al-Hafidh As-Sakhawi.
2)
Kasyful-Khafa’
wa Muzilul-Ilbas fiimaa Isytahara minal-Hadiits ‘alal Asinatin-Naas, karya
Al-Ajluni.
3)
Tamyizuth-Thayyibi
minal-Khabitsi fiimaa Yaduru ‘alaa Alsinatin-Naas minal-Hadiits, karya Ibnu
Daiba’ Asy-Syaibani.
b. Hadis ‘Aziz
Menurut bahasa, merupakan sifat
musyabbahah dari kata ‘azza ya ‘izzu yang artinya sedikit atau jarang; atau
juga sifat musyabbahah dari kata ‘azza ya’azzu yang artinya kuat atau keras. Disebut
demikian karena sedikit atau jarang keberadaannya, atau juga kuat keberadaannya
melalui jalur lain.
Menurut istilah, Hadis yang
perawinya berjumlah tidak kurang dari dua orang di seluruh tingkatan (thabaqat)
sanadnya.
Penjelasan
Maksudya ialah dimasing-masing
tingkatan sanad tidak boleh kurang dari dua orang perawi. Jika di sebagian
thabaqat-nya dijumpai tiga orang atau lebih rawi, hal itu tidak merusak (statusnya
sebagai) Hadis ‘aziz, asalkan di dalam thabaqat lainnya -meskipun cuma satu thabaqat- terdapat dua
rawi. Sebab, yang dijadikan patokan adalah jumlah minimal rawi di dalam
thabaqat sanad.
Ini adalah definisi yang paling kuat
seperti yang ditetapkan oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar. Sebagian ulama berpendapat
bahwa Hadis ‘aziz adalah Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang atau tiga
orang. Mereka tidak membedakan -dalam kasus ini- dengan Hadis masyhur.
Contoh
Diriwayatkan oleh Syaikhan dari Hadisnya
Anas, dan Bukhari dari Hadisnya Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ
وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidak beriman salah seorang di antara
kalian hingga aku lebih dicintai dari bapaknya, dari anaknya, dan manusia
seluruhnya” (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Anas RA)
Hadis tersebut diriwayatkan dari
Anas, Qatadah, dan Abdul Aziz bin Shuhaib, dari Qatadah Syu’bah dan Sa’id, dari
Abdul Aziz Ismail bin ‘Ulayyah dan Abdul Warits, dan masing-masing kelompok.
Kitab-Kitab
yang Populer
Para ulama tidak menyusun secara
tersendiri kitab tertentu untuk Hadis-Hadis ‘aziz.
Tampaknya hal itu disebabkan sedikit
atau tidak ada manfaatnya menyusun kitab tersebut.
c. Hadis Gharib
Menurut bahasa, merupakan sifat
musyabbahah yang bermakna al-mufarid (sendiri), atau jauh dari karib kerabat.
Menurut istilah:
ما
ينفرد بروايته راو واحد
"Hadis yang diriwayatkan oleh seorang
rawi, sendirian"
Penjelasan
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang
rawi, sendirian. Bisa disetiap thabaqat-nya dari seluruh thabaqat sanadnya, atau di sebagian thabaqat sanad; malahan bisa pada
satu thabaqat saja.
Adanya jumlah rawi lebih dari
seorang pada thabaqat lainnya tidak merusak Hadis gharib karena yang dijadikan sebagai patokan adalah yang paling minimal.
Nama
Lain Hadis Gharib
Para ulama banyak menggunakan nama
lain untuk Hadis gharib, di antaranya al-fardu, keduanya memiliki arti yang sama. Sebagian ulama yang lainnya telah
membedakan keduanya. Namun Al-Hafidh Ibnu Hajar
menganggap keduanya itu sama saja, baik ditinjau dari segi bahasa maupun istilah.
Meski begitu, beliau berkata, “Bahwa
ahli istilah (maksudnya adalah ahli Hadis) telah membedakan keduanya, dilihat dari sisi banyaknya dan
sedikitnya penggunaan.
Disebut hadis fard karena lebih
banyak digunakan untuk Hadis fard yang mutlak.
Sedangkan Hadis gharib lebih banyak
digunakan untuk Hadis fard yang nisbi.
Jenis-Jenisnya
Hadis gharib
dilihat dari segi letak sendiriannya dapat terbagi menjadi dua macam :
1)
Gharib
Muthlaq, disebut juga : Al-Fardul-Muthlaq; yaitu bilamana kesendirian (gharabah
periwayatan terdapat pada asal sanad (shahabat).
Misalnya Hadis
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam :
”Bahwa
setiap perbuatan itu bergantung pada niatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini diriwayatkan sendiri oleh Umar bin Al-Khaththab, lalu darinya Hadis ini diriwayatkan oleh Alqamah. Muhammad bin Ibrahim lalu meriwayatkannya dari Alqamah. Kemudian Yahya bin Sa’id meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim. Kemudian setelah itu, ia diriwayatkan oleh banyak perawi melalui Yahya bin Sa’id. Dalam gharib muthlaq ini yang menjadi pegangan adalah apabila seorang shahabat hanya sendiri meriwayatkan sebuah Hadis.
Hadis ini diriwayatkan sendiri oleh Umar bin Al-Khaththab, lalu darinya Hadis ini diriwayatkan oleh Alqamah. Muhammad bin Ibrahim lalu meriwayatkannya dari Alqamah. Kemudian Yahya bin Sa’id meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim. Kemudian setelah itu, ia diriwayatkan oleh banyak perawi melalui Yahya bin Sa’id. Dalam gharib muthlaq ini yang menjadi pegangan adalah apabila seorang shahabat hanya sendiri meriwayatkan sebuah Hadis.
2) Gharib Nisbi, disebut juga
AL-Fardun-Nisbi; yaitu apabila keghariban terjadi pada pertengahan sanadnya,
bukan pada asal sanadnya. Maksudnya satu Hadis yang diriwayatkan oleh lebih
dari satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian dari semua perawi itu Hadis
ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang mengambil dari para perawi
tersebut.
Misalnya: Hadis
Malik, dari Az-Zuhri (Ibnu Syihab), dari Anas RA:
”Bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
mesuk kota Makkah dengan mengenakan penutup kepala di atas kepalanya”” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Hadis
ini hanya diriwayatkan oleh Malik dari Az-Zuhri. Dinamakan dengan gharib nisbi
karena kesendirian periwayatan hanya terjadi pada perawi tertentu.
Jenis-Jenis
Hadis Gharib Nisbi
Terdapat berbagai jenis gharib atau
kesendirian (tafarrud) yang memungkinkannya termasuk Hadis gharib nisbi, bukan
gharib mutlak karena dinisbahkan kepada sesuatu tertentu, antara lain:
·
Ke-gharib-annya
dinisbahkan kepada rawi yang tsiqah (terpercaya) seperti pernyataan mereka,
“Tidak diriwayatkan oleh seorang pun rawi tsiqah kecuali si fulan.”
·
Ke-gharib-annya
karena diriwayatkan oleh rawi tertentu dari rawi tertentu. Seperti pernyataan mereka,
“Diriwayatkan secara menyendiri oleh fulan dari fulan,” meskipun diriwayatkan
dari arah lain selain dia.
·
Ke-gharib-annya
pada penduduk negeri tertentu atau penghuni tertentu. Seperti pernyataan mereka,
“Diriwayatkan secara menyendiri oleh penduduk Makkah,” atau “oleh penduduk
Syam.”
·
Ke-gharib-annya
karena diriwayatkan oleh penduduk negeri tertentu dari penduduk begeri tertentu
pula. Seperti pernyataan mereka, “Diriwayatkan secara menyendiri oleh penduduk Bashrah
dari penduduk Madinah,” atau “Diriwayatkan secara menyendiri oleh penduduk Syam
dari penduduk Hijaz.”
Pembagian
Lain
Para ulama juga membagi Hadis gharib
dilihat dari sisi gharibnya sanad dan matan, yaitu:
·
Hadis
gharib matan dan sanad. Hadis yang matannya diriwayatkan oleh seorang rawi
saja.
·
Hadis
gharib matan, bukan sanad. Seperti Hadis yang matannya diriwayatkan oleh sekelompok
sahabat, namun diriwayatkan secara menyendiri dari sahabat lainnya.
Dalam perkara ini, Imam Tirmidzi
berkata, “Hadis ini gharib dilihat dari aspek ini.”
Kitab-Kitab
yang Memuat banyak Hadis Gharib
Yaitu kitab-kitab yang di dalamnya
terdapat banyak Hadis gharib
·
Musnad
Al-Bazzar
·
Mu’jam
Al-Ausath At-Thabrani
Kitab-Kitab
Hadis Gharib yang Populer
·
Gharaib
Malik, karya Ad-Daruquthni
·
Al-Afraad,
karya Ad-Daruqthni
. As-Sunan allati Tafarrada bikulli Sunnatin minha
Ahlu Baldatun, karya Abu Daud As-Sijistani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar