Tulisan kedip

Rabu, 05 Oktober 2011

BAB III
PEMBAGIAN HADIS BERDASARKAN JUMLAH PERAWINYA


A.   Hadis Mutawatir  
1.   Pengertian Hadis Mutawatir
Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa’il dari at-tawatur yang artinya berurutan.
Sedangkan secara istilah adalah

المتواتر هو ما رواه جمع عن جمع بلا حصر بحيث يبلغون حدا تحيل العادة تواطؤهم على الكذب بشرط ان يكون مستند انتهائهم الحس او السماع
Hadis Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi dari sejumlah besar rawi, tanpa batas yang jumlah mereka itu menurut adat kebiasaan mustahil mereka bersepakat dusta, dengan syarat hadis tersebut hasil dari tangkapan penglihatan atau pendengaran mereka


Kitab yang menghimpun segala hadis mutawatir yang terkenal adalah kitab Al-Azharul Mutanatsirah fi’l Akhbari Mutawatirah, karya Imam As Suyuthi (911 H).

Hadis mutawatir memberi faedah ilmu-dlarury, yakni meyakinkan dan harus menerimanya bulat-bulat sesuatu yang diberitakan oleh hadis mutawatir karena membawa kepada keyakinan yang qoth’i (pasti). Rawi-rawi hadis mutawatir tidak perlu lagi diselidiki tentang keadilan dan kedlabithannya.

2.   Syarat-syarat Hadis Mutawatir
Syarat hadis mutawatir :
a.     Hadis yang diriwayatkan berdasarkan pendengaran atau penglihatan sendiri, bukan dari hasil pemikiran, rangkuman atau dugaan.
b.    Jumlah rawi-rawinya harus mencapai bilangan yang mampu mencapai ilmu’dl-dlarury (meyakinkan).
c.     Ada keseimbangan antara rawi-rawi dalam lapisan pertama dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Misalnya ada Hadis yang diriwayatkan oleh 10 orang sahabat kemudian diriwayatkan oleh 5 orang tabiin dan seterusnya diriwayatkan oleh 3 orang tabi’it-tabi’in maka Hadis tersebut tidak termasuk hadis mutawatir, karena jumlah rawi-rawinya tidak seimbang antara lapisan pertama dengan lapisan kedua dan ketiga.          

3.   Macam-macam Hadis Mutawatir
Hadis mutawatir terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:
a.     Mutawatir Lafdzi ialah apabila lafadz dan maknanya mutawatir.
Misalnya hadis:
من كذب على متعمدا فليتبوء مقعده من النار (رواه بضعة وسبعون صحابيا)
Barang siapa membuat kebohongan atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menempati tempatnya di neraka

Hadis ini telah diriwayatkan lebih dari 70 sahabat, dan di antara mereka termasuk 10 orang yang dijamin masuk surga.

b.    Mutawatir Maknawi ialah maknanya yang mutawatir sedangkan lafadznya tidak.
Misalnya : hadis-hadis tentang mengangkat tangan dalam berdo’a
Hadis ini telah diriwayatkan dari Nabi sekitar 100 macam hadis tentang mengangkat tangan ketika berdo’a. Dan setiap hadis tersebut berbeda kasusnya dari hadis yang lain.
Sedangkan setiap kasus belum mencapai derajat mutawatir. Namun bisa menjadi mutawatir karena adanya beberapa jalan dan persamaan antara hadis-hadis tersebut yaitu tentang mengangkat tangan ketika berdo’a.

4.   Hukum Hadis Mutawatir
Hadis mutawatir mengandung ilmu yang harus diyakini yang mengharuskan kepada manusia untuk mempercayainya dengan sepenuh hati sehingga tidak perlu lagi untuk mengkaji dan menyelidiki, seperti pengetahuan kita akan adanya Makkah Al-Mukarromah, Madinah Al-Munawwaroh, Kairo, Damaskus, dan Baghdad, tanpa membutuhkan adanya penelitian dan pengkajian. Maka hadis mutawatir adalah qath’i tidak perlu adanya penelitian dan pengkajian tentang keberadaan tentang keadaan para perawinya.

5.   Kitab-kitab Hadis Mutawatir
Sebagian ulama’ telah mengumpulkan hadis-hadis mutawatir dalam sebuah buku tersendiri. Di antara buku-buku tersebut adalah:
  • Al Azhar Al Mutanatsirah fil Akhbar Al Mutawatirah, karya As-Suyuthi, berurutan berdasarkan bab.
  • Qathful Azhar, karya As-Suyuthi, ringkasan kitab di atas.
  • Al La’ali Al Mutanatsirah fil AHadis Al Mutawatirah, karya Abu Abdillah Muhammad bin Thulun Ad-Dimasyqi.
  •  Nazhmul Mutanatsirah minal AHadis Al Mutawatirah, karya Muhammad bin Ja’far Al-Kattani.
B.   Hadis Ahad              
1.   Pengertian Hadis Ahad
Menurut bahasa adalah merupakan jamak dari kata ahad, yang artinya satu (wahid). Khabar wahid adalah berita yang diriwayatkan oleh satu orang.
Sedangkan menurut istilah
ما لم يجمع شروط التواتر
“Hadis yang tidak terkumpul syarat-syarat mutawatir”

Atau hadis ahad adalah segala Hadis yang diriwayatkan oleh orang seorang atau dua orang atau lebih tetapi tidak cukup terdapat sebab-sebab yang menjadikannya masyhur

2.   Hukum Hadis Ahad
Hadis ahad menunjukkan kepada pengetahuan yang sifatnya teoritis (al ilmu an nadhari), yaitu pengetahuan yang tegak karena adanya teori dan dalil.

3.   Klasifikasi Hadis Ahad              
Hadis ahad terbagi menjadi 3 macam, yaitu : Masyhur, ‘Aziz, dan Gharib.

a.    Hadis Masyhur
Menurut bahasa, merupakan isim maf’ul dari syahartu al-amra, yang berarti saya mengumumkan atau menampakkan suatu perkara. Disebut seperti itu karena penampakkannya yang jelas.
Sedangkan menurut istilah adalah
ما رواه ثلاثة فأكثر فى كل طبقة ما لم يبلغ حد التواتر

"Hadis yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap thabaqah (tingkatan) dan belum mencapai batas mutawatir"

Contohnya:

Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا


“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mencabut ilmu dari para hambanya sekaligus, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga apabila Allah tidak menyisakan seorang pun yang berilmu, maka manusia mengangkat para tokoh yang bodoh, lalu mereka ditanya, sehingga mereka berfatwa dengan tanpa ilmu, dan akhirnya mereka sesat dan menyesatkan”
(HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)

Hadis masyhur ini juga disebut dengan nama Al-Mustafidh.

Hadis Mustafidh
Menurut bahasa, merupakan isim fa’il dari istifadla, pecahan kata dari fadla al-maa, yang berarti air yang melimpah-limpah. Dinamakan seperti itu karena tersebar.
Menurut istilah, ada tiga pendapat yang berbeda, yaitu:
Merupakan sinonim dari Hadis masyhur.
Hadis mustafidl lebih spesifik dari Hadis masyhur, karena pada Hadis mustafidl disyaratkan pada kedua ujung sanadnya harus sama, sedangkan pada Hadis masyhur hal itu tidak disyaratkan.
Hadis mustafidl lebih umum dari Hadis masyhur, yaitu berlawanan dengan pendapat kedua.

Masyhur yang Tidak Tergolong Istilah Hadis Masyhur
Yang dimaksudkannya adalah sesuatu (Hadis) yang telah popular (masyhur) di kalangan tertentu, namun tidak memiliki syarat-syarat yang dituntut (sebagai Hadis masyhur). Hal itu berupa:
·      Hadisnya memiliki hanya satu sanad.
·      Hadisnya memiliki lebih dari satu sanad.
·      Hadisnya tidak memiliki sanad.

Hukum Hadis Masyhur
Masyhur menurut istilah maupun yang tidak termasuk istilah tidak dapat diklaim sebagai Hadis yang shahih atau tidak shahih melainkan ada yang shahih, ada juga yang hasan, dla’if bahkan yang maudlu’. Hadis masyhur -menurut istilah Hadis- yang shahih memiliki kriteria lebih kuat dari Hadis ‘aziz dan Hadis gharib.

Kitab-Kitab yang Populer
Yang dimaksud kitab-kitab Hadis masyhur disini adalah Hadis-Hadis masyhur yang beredar ditengah-tengah masyarakat, bukan masyhur menurut istilah Hadis, di antaranya:
·      Al-Maqashid Al-Hasanah fima Isytahara ‘ala Al-Alsinati, Karya As-Sakhawi.
·      Kasyfu Al-Khafa wa Muzail Al-Ilbas fima Isytahara min Al-Hadis ‘ala Al-Sinati An-Nas, Karya Al-Ajiluni.
·      Tamyizu At-Thayib min Al-Khabits fima Yaduru ‘ala Al-Sinati An-Nas min Al-Hadis, Karya Ibnu Ad-Daiba’ As-Syaibani.
Hadis masyhur di luar istilah tersebut dapat dibagi menjadi beberapa macam yang meliputi : mempunyai satu sanad, mempunyai beberapa sanad, dan tidak ada sanad sama sekali; seperti :

1) Masyhur di antara para ahli Hadis secara khusus, misalnya Hadis Anas : ”Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah melakukan qunut selama satu bulan setelah berdiri dari ruku’ berdoa untuk (kebinasaan) Ra’l dan Dzakwan” (HR. Bukhari dan Muslim)
2) Masyhur di kalangan ahli Hadis, ulama dan orang awam, misalnya : ”Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya” (HR. Bukhari dan Muslim)
3) Masyhur di antara para ahli fiqh, misalnya : ”Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talaq” (HR. Al-Hakim; namun Hadis ini adalah dla’if)
4) Masyhur di antara ulama ushul fiqh, misalnya : ”Telah dibebaskan dari umatku kesalahan dan kelupaan…..” (HR. Al-hakim dan Ibnu Hibban)
5)  Masyhur di kalangan ahli nahwu, misalnya : “Sebaik-baik hamba adalah Suhaib seandainya ia tidak takut kepada Allah maka ia akan berbuat maksiat”
6)  Masyhur di kalangan masyarakat umum, misalnya : ”tergesa-gesa adalah bagian dari perbuatan syaithan” (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan. Lihat Nudhatun-Nadhar halaman 26 dan Tadribur-Rawi halaman 533).

Buku-buku yang berisi tentang kumpulan Hadis masyhur, antara lain :
1)   Al-Maqaashidul-Hasanah fiimaa Isytahara ‘alal-Alsinah, karya Al-Hafidh As-Sakhawi.
2)   Kasyful-Khafa’ wa Muzilul-Ilbas fiimaa Isytahara minal-Hadiits ‘alal Asinatin-Naas, karya Al-Ajluni.
3)   Tamyizuth-Thayyibi minal-Khabitsi fiimaa Yaduru ‘alaa Alsinatin-Naas minal-Hadiits, karya Ibnu Daiba’ Asy-Syaibani.

b. Hadis ‘Aziz
Menurut bahasa, merupakan sifat musyabbahah dari kata ‘azza ya ‘izzu yang artinya sedikit atau jarang; atau juga sifat musyabbahah dari kata ‘azza ya’azzu yang artinya kuat atau keras. Disebut demikian karena sedikit atau jarang keberadaannya, atau juga kuat keberadaannya melalui jalur lain.

Menurut istilah, Hadis yang perawinya berjumlah tidak kurang dari dua orang di seluruh tingkatan (thabaqat) sanadnya.

Penjelasan
Maksudya ialah dimasing-masing tingkatan sanad tidak boleh kurang dari dua orang perawi. Jika di sebagian thabaqat-nya dijumpai tiga orang atau lebih rawi, hal itu tidak merusak (statusnya sebagai) Hadis ‘aziz, asalkan di dalam thabaqat lainnya  -meskipun cuma satu thabaqat- terdapat dua rawi. Sebab, yang dijadikan patokan adalah jumlah minimal rawi di dalam thabaqat sanad.
Ini adalah definisi yang paling kuat seperti yang ditetapkan oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar. Sebagian ulama berpendapat bahwa Hadis ‘aziz adalah Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang atau tiga orang. Mereka tidak membedakan -dalam kasus ini- dengan Hadis masyhur.

Contoh
Diriwayatkan oleh Syaikhan dari Hadisnya Anas, dan Bukhari dari Hadisnya Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dicintai dari bapaknya, dari anaknya, dan manusia seluruhnya” (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Anas RA)

Hadis tersebut diriwayatkan dari Anas, Qatadah, dan Abdul Aziz bin Shuhaib, dari Qatadah Syu’bah dan Sa’id, dari Abdul Aziz Ismail bin ‘Ulayyah dan Abdul Warits, dan masing-masing kelompok.

Kitab-Kitab yang Populer
Para ulama tidak menyusun secara tersendiri kitab tertentu untuk Hadis-Hadis ‘aziz.
Tampaknya hal itu disebabkan sedikit atau tidak ada manfaatnya menyusun kitab tersebut.

c.   Hadis Gharib
Menurut bahasa, merupakan sifat musyabbahah yang bermakna al-mufarid (sendiri), atau jauh dari karib kerabat.
Menurut istilah:
  ما ينفرد بروايته راو واحد
"Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi, sendirian"

Penjelasan
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi, sendirian. Bisa disetiap thabaqat-nya dari seluruh thabaqat sanadnya, atau di sebagian thabaqat sanad; malahan bisa pada satu thabaqat saja.
Adanya jumlah rawi lebih dari seorang pada thabaqat lainnya tidak merusak Hadis gharib karena yang dijadikan sebagai patokan adalah yang paling minimal.

Nama Lain Hadis Gharib
Para ulama banyak menggunakan nama lain untuk Hadis gharib, di antaranya al-fardu, keduanya memiliki arti yang sama. Sebagian ulama yang lainnya telah membedakan keduanya. Namun Al-Hafidh Ibnu Hajar menganggap keduanya itu sama saja, baik ditinjau dari segi bahasa maupun istilah.
Meski begitu, beliau berkata, “Bahwa ahli istilah (maksudnya adalah ahli Hadis) telah membedakan keduanya, dilihat dari sisi banyaknya dan sedikitnya penggunaan.
Disebut hadis fard karena lebih banyak digunakan untuk Hadis fard yang mutlak.
Sedangkan Hadis gharib lebih banyak digunakan untuk Hadis fard yang nisbi.

Jenis-Jenisnya
Hadis gharib dilihat dari segi letak sendiriannya dapat terbagi menjadi dua macam :
1)   Gharib Muthlaq, disebut juga : Al-Fardul-Muthlaq; yaitu bilamana kesendirian (gharabah periwayatan terdapat pada asal sanad (shahabat).
Misalnya Hadis Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam :

Bahwa setiap perbuatan itu bergantung pada niatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini diriwayatkan sendiri oleh Umar bin Al-Khaththab, lalu darinya Hadis ini diriwayatkan oleh Alqamah. Muhammad bin Ibrahim lalu meriwayatkannya dari Alqamah. Kemudian Yahya bin Sa’id meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim. Kemudian setelah itu, ia diriwayatkan oleh banyak perawi melalui Yahya bin Sa’id. Dalam gharib muthlaq ini yang menjadi pegangan adalah apabila seorang shahabat hanya sendiri meriwayatkan sebuah Hadis.

2)   Gharib Nisbi, disebut juga AL-Fardun-Nisbi; yaitu apabila keghariban terjadi pada pertengahan sanadnya, bukan pada asal sanadnya. Maksudnya satu Hadis yang diriwayatkan oleh lebih dari satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian dari semua perawi itu Hadis ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang mengambil dari para perawi tersebut.

Misalnya: Hadis Malik, dari Az-Zuhri (Ibnu Syihab), dari Anas RA:

 ”Bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam mesuk kota Makkah dengan mengenakan penutup kepala di atas kepalanya”” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Malik dari Az-Zuhri. Dinamakan dengan gharib nisbi karena kesendirian periwayatan hanya terjadi pada perawi tertentu.

Jenis-Jenis Hadis Gharib Nisbi
Terdapat berbagai jenis gharib atau kesendirian (tafarrud) yang memungkinkannya termasuk Hadis gharib nisbi, bukan gharib mutlak karena dinisbahkan kepada sesuatu tertentu, antara lain:
·      Ke-gharib-annya dinisbahkan kepada rawi yang tsiqah (terpercaya) seperti pernyataan mereka, “Tidak diriwayatkan oleh seorang pun rawi tsiqah kecuali si fulan.”
·      Ke-gharib-annya karena diriwayatkan oleh rawi tertentu dari rawi tertentu. Seperti pernyataan mereka, “Diriwayatkan secara menyendiri oleh fulan dari fulan,” meskipun diriwayatkan dari arah lain selain dia.
·      Ke-gharib-annya pada penduduk negeri tertentu atau penghuni tertentu. Seperti pernyataan mereka, “Diriwayatkan secara menyendiri oleh penduduk Makkah,” atau “oleh penduduk Syam.”
·      Ke-gharib-annya karena diriwayatkan oleh penduduk negeri tertentu dari penduduk begeri tertentu pula. Seperti pernyataan mereka, “Diriwayatkan secara menyendiri oleh penduduk Bashrah dari penduduk Madinah,” atau “Diriwayatkan secara menyendiri oleh penduduk Syam dari penduduk Hijaz.”

Pembagian Lain
Para ulama juga membagi Hadis gharib dilihat dari sisi gharibnya sanad dan matan, yaitu:
·      Hadis gharib matan dan sanad. Hadis yang matannya diriwayatkan oleh seorang rawi saja.
·      Hadis gharib matan, bukan sanad. Seperti Hadis yang matannya diriwayatkan oleh sekelompok sahabat, namun diriwayatkan secara menyendiri dari sahabat lainnya.

Dalam perkara ini, Imam Tirmidzi berkata, “Hadis ini gharib dilihat dari aspek ini.”

Kitab-Kitab yang Memuat banyak Hadis Gharib
Yaitu kitab-kitab yang di dalamnya terdapat banyak Hadis gharib
·      Musnad Al-Bazzar
·      Mu’jam Al-Ausath At-Thabrani
Kitab-Kitab Hadis Gharib yang Populer
·      Gharaib Malik, karya Ad-Daruquthni
·      Al-Afraad, karya Ad-Daruqthni
                   .    As-Sunan allati Tafarrada bikulli Sunnatin minha Ahlu Baldatun, karya Abu Daud As-Sijistani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar