Tulisan kedip

Rabu, 05 Agustus 2009

Abdurrahman bin Auf

Pedagang Besar Yang Sukses

I. Orang Ketujuh dari Kesepuluh Orang yang Dikabari Masuk Surga

Abdurrahamn bin Auf adalah kawan akrab Abu Bakar Assidiq ra. oleh karena itu ketika Abu Bakar menawarkan Islam kepadanya, Abdurrahman langsung menerimanya.

Dalam sejarah Islam, ia dicatat sebagai orang ke delapan yang pertama masuk Islam dan orang kelima yang diislamkan Abu Bakar ra.

Perang Uhud telah memberikan bekas lebih dari dua puluh luka dalam tubuhnya dan salah satu lukanya menyebabkan dia pincang. Perang Uhud juga menyebabkan beberapa giginya rontok sehingga mempengaruhi ucapan dan tutur katanya.
Dalam lubuk hatinya telah terhujam hijrah dan jihadnya fisabilillah semata-mata untuk mengibarkan panji Islam dan untuk meninggikan kejayaannya.

Abdurrahman telah mengenal jalan ke surga. Oleh karena itu ia ingin memperolehnya dengan pemberian dan pengorbanan. Pemberian dan pengorbanan dengan seluruh harta dan jiwa raganya. Pengorbanan dengan jiwa raga adalah puncak dari segala kemurahan hati.

Abdurrahman bin Auf menyatakan keislamnnya sebelum Rasulullah SAW menetapkan rumah Al Arqam bin Abi Al Arqam sebagai pusat da’wah.

II. Seorang Pedagang Ilahi Rahmani

Abdurrahman sangat mahir berdagang. Ia menguasai perekonomian dan keuangan. Lagipula hidupnya selalu disertai dengan kemujuran taufik dan barokah.

Dia pernah berkata, “Anda akan melihat aku, tiap saat aku mengangkat batu aku berharap menemukan di bawahnya emas atau perak.”

Tetapi kegiatannya dalam perdagangan tidak menghambat pelaksanaan aqidahnya yang telah diyakini dan diperjuangkannya, selalu siap menanggung resiko dan akibatnya.

III. Berhijrah Kepada Allah

Setelah gangguan dan siksaan Quraisy mengganas, Abdurrahman pergi hijrah ke Habasyah. Sekembalinya dari Habasyah ia mendapat gangguan dan gangguan itu semakin memuncak tatkala ia hijrah kembali ke Habasyah untuk kedua kalinya. Hijrahnya ini ia lakukan karena keadaannya sudah sangat tertindas.

Bukankah caranya melarikan diri itu membuktikan kelemahan jiwanya? Ya, memang benar, tapi dia melarikan diri untuk mempertahankan dan menyelamatkan agamanya. Dia melarikan kepada Allah Robbul ‘Alamin. Dari cengkeraman manusia-manusia yang sesat. Itu adalah hak kaum lemah di muka bumi untuk menyelamatkan agama mereka sedapat mungkin agar mereka dan da’wahnya tidak dibantai dalam buaian.

Bumi Allah itu sangat luas dan barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rejeki yang banyak.

Abdurrahman bin Auf adalah salah seorang pilar da’wah Islamiyah dan salah seorang yang dibina dan dipersiapkan Nabi SAW untuk membawa panji dan penyebaran agama Islam. Setelah hijrah ke Madinah seluruh harta kekayaan dan perdagangannya disita dan dirampas Quraisy, penguasa Mekah.

Begitu pula denga harta kekayaan Shuhaib Arrumi. Hartanya disita sebagai imbalan dan syarat diijinkannya berhijrah. Ketika mendengar peristiwa tersebut Nabi SAW bersabda: “Demi Allah Shuhaib beruntung.”

IV. Abdurrahman Memulai yang Lebih Tinggi Dari Kekayaan Dunia

Di kota Madinah, kaum Muhajirin dan Anshor hidup rukun sekali. Dukungan serta bantuan dari kaum Anshor sangat besar sehingga tidak pernah ada pertolongan yang sebesar itu dalam sejarah sebelumnya.

Kaum Anshor mengutamakan kaum Muhajirin di atas kepentingan diri mereka sendiri walaupun mereka dalam kesusahan dan kesempitan. Tapi kaum Muhajirin tidak ingin selalu menjadi beban orang lain karena Islam membina umat ke arah hidup mulia, terhormat dan mendorong orang bekerja dan berusaha. Kaum Anshor adalah petani, sedangkan kaum Muhajirin pada umumnya adalah pedagang.

Rasulullah SAW mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshor. Abdurrahman dipersaudarakan dengan Sa’ad ibnu Arrabil Alausari, orang yang kaya raya.

Sa’ad berkata kepada Abdurrahman, “Hartaku seluruhnya separuh untuk kamu dan aku akan berusaha mengawinkan kamu.”

Abdurrahman menjawab, “Semoga Allah memberkahi keluarga dan saudaramu. Tunjukkan saja dimana tempat pasar perdagangan Rasulullah SAW di Mekah?” Sa’ad menjawab, “Oh baiklah, ada, yakni pasar bani Qainuqaa.”

Abdurrahman memulai usahanya dengan berdagang sagu dan minyak samin. Tapi tidak lama kemudian dia sudah dapat mengumpulkan sedikit uang dari hasil keuntungan dagangnya. Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Apakah kamu sudah menikah?”
Abdurrahman menjawab, “Benar, ya Rasulullah.”
Nabi SAW bertanya, “Dengan siapa?”
Abdurrahman menjawab, “Dengan wanita dari Anshor.”
Nabi SAW bertanya, “Berapa mahar yang kamu berikan?”
Abdurrahman menjawab, “Sebutir emas” (masudnya emas seperti dan seberat sebutir kurma).
Nabi menyuruhnya, “Adakan walimah meskipun dengan seekor domba.”
Lalu Abdurrahman mengundang kaum Muhajirin dan Anshor dalam suatu walimah sebagai pengumuman tentang pernikahannya.

Rasulullah SAW menghendaki kaum muslimin meneladani perjuangan, usaha dan kerja Abdurrahman bin Auf yang telah berhasil merintis jalan ke arah hidup mulia dan terhormat. Tangan di atas lebih baik dari tangan yang di bawah, seperti yang disabdakan Rasulullah SAW: “Tidak ada sesuatu makanan yang baik melebihi apa yang dihasilkan dari usahanya sendiri. Nabi Allah Daud makan dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Bukhari)

“Seseorang yang mencari kayu lalu memanggulnya di atas pundaknya lebih baik baginya dari mengemis yang kadangkala diberi atau ditolak.” (H.R. Bukhari)

Nabi SAW ditanya, “Penghasilan apa yang paling baik?” Maka beliau menjawab, “Apa yang dihasilkan orang dari pekerjaan tangannya dan semua jual beli mabrur.” (HR. Bukhari dan Al Hakim)

Dengan anjuran dan bimbingan Nabi SAW, kaum muslimin bangkit. Di antara mereka ada yang menjadi petani, pedagang, pandai besi, penjahit, buruh pekerja dan lain-lain dan tidak ada seorang pun yang menganggur.

Kegiatan dan gerakan itu diikuti oleh kaum wanita. Seorang wanita datang kepada Nabi SAW sambil membawa sehelai mantel untuk dihadiahkan kepada beliau, seraya berkata, “Ya Rasulullah, mantel ini aku tenun sendiri dengan tanganku, “Rasulullah SAW menerima hadiahnya itu.” (HR. Bukhari)

Abdurrahman bin Auf sukses dalam perdagangannya dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Nabi SAW. Ia selalu menghiasi dirinya dengan adab sopan Islami sehingga Allah memberkahinya dan membimbing langkah-langkahnya.

Setelah menjadi orang kaya raya, Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Hai Abdurrahman bin Auf, kamu sekarang menjadi orang kaya dan kamu akan masuk surga dengan merangkak (mengingsur). Pinjamkanlah hartamu kepada Allah agar lancar kedua kakimu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak)

Pesan-pesan Rasulullah SAW tersebut amat menyentuh hatinya, oleh karena itu sejak saat itu dia banyak beramal sodaqoh dan Allah melipat gandakan kekayaannya.

Dia bersaing dengan Utsman bin Affan dalam membiayai pasukan Islam yakni dengan menyerahkan separuh dari kekayaannya kepada Rasulullah SAW.

Ketika menerimanya Rasulullah SAW berdo’a: “Semoga Allah memberkahimu dalam apa yang kamu tahan dan kamu berikan.”

Kemudian turun ayat firma Allah SWT:

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dengan menyakiti (perasaan si penerima) mereka memperoleh pahala di sisi Robb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”

Ketika telah dekat dengan ajalnya, Abdurrahman bin Auf berwasiat agar setiap kaum muslimin peserta perang Badar yang masih hidup, diberi empat ratus dinar dari harta warisannya, dan ternyata peserta perang Badar yang masih hidup berjumlah seratus orang, termasuk Utsman ra. dan Ali ra.

Dia juga berwasiat agar sejumlah besar uangnya diberikan kepada ummahatul mukminin (janda-janda Rasulullah SAW), sehingga Aisyah berdo’a:

“Semoga Allah memberi minum kepadanya air dari mata air Salsabil di surga.”

Dari Ali ra. berkata sesudah Abdurrahman bin Auf wafat. Katanya, “Pergilah wahai ibnu Auf. Kamu telah memperoleh jernihnya dan telah meninggalkan kepalsuannya (keburukannya).” (HR. Al Hakim)

Ini berarti Abdurrahman bin Auf telah memperoleh pahala dari harta yang diinfakkannya, dan ia meninggalkan akibat buruk dari harta yang telah ditinggalkannya.

Ketika wafat jenazah Abdurrahman bin Auf disholatkan oleh Utsman ra. dan diusung oleh Sa’ad bin Abi Waqqash ra. ia wafat dalam usia 75 tahun dan dimakamkan di pemakaman Albaqii.
Referensi :
1. 60 Karakter Sahabat Rasul, CV. Diponegoro
2. Sepuluh Sahabat Yang Dijamin Masuk Surga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar