Tulisan kedip

Kamis, 13 Agustus 2009

Hikmah dibalik Bencana

Hidup kadang seperti petani yang berharap menanti hujan. Ketika awan gelap membumbung menutup langit, halilintar menyambar-nyambar memecut bumi; ketakutan pun muncul. Padahal, di balik gelapnya langit dan kilatan path, di situlah tercurah hujan.

Di masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, pernah terjadi gempa besar. Orang-orang panik. Korban pun berjatuhan. Beberapa saat setelah kejadian itu, Khalifah menyampaikan pesannya. "Kalian suka melakukan bid’ah yang tidak ada dalam Alquran, sunah Rasul, dan ijma (kesepakatan umum) para sahabat Nabi, sehingga kemurkaan dan siksa Allah turun lebih cepat." (Sunan Al-Baihaqi diriwayatkan dari Shafiyah binti Ubaid)



Ucapan itu begitu menarik. Tanpa tedeng aling-aling, beliau r.a. langsung menghubungkan antara bencana dengan dosa orang sekitarnya. Bagaimana mungkin sebuah negeri yang masih banyak dihuni para sahabat Rasul yang saleh; dipimpin oleh Umar yang begitu dekat dengan Rasul; bisa mendapat bencana karena kemaksiatan.

Pesan Umar itu akan lebih terasa tajam jika bencana terjadi pada diri umat saat ini. Tentu, dosa-dosa umat saat ini jauh lebih besar dibanding zaman para sahabat Rasul. Di masa itu, nyaris tidak ada kemusyrikan. Tidak ada perzinahan. Tidak ada korupsi dan penindasan. Sementara di zaman ini, hampir semua potensi kebaikan tercemari limbah nafsu duniawi.

Bencana menurut Umar bin Khaththab, walaupun di sekelilingnya banyak orang saleh, terjadi karena pelanggaran terhadap nilai-nilai ajaran Islam. Bencana adalah teguran Allah swt. agar hamba-hambanya bisa kembali kepada kebenaran.

Di zaman Nabi Musa a.s., gempa juga dimaknai beliau sebagai teguran berat. Tujuh puluh orang terpilih dikumpulkan Nabi Musa untuk melakukan pertaubatan. Seperti itulah yang diungkapkan Al-quran dalam surah Al-A’raf ayat 155 hingga 156.

"Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Ketika mereka ditimpa gempa bumi, Musa berkata, Ya Tuhanku, jika Engkau kehendaki, tentulah Engkau binasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang berakal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dariMu. Engkau sesatkan, dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah pemimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat. Engkaulah pemberi ampun yang terbaik.”

"Dan tetapkanlah untuk kami kebaikan di dunia ini dan dikhirat. Sungguh kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. (Allah) berfirman, ‘Siksa-Ku akan aku timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan; rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orangorang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (QS. 7: 155-156)

Di masa Rasulullah saw. pernah terjadi bencana wabah. Aisyah r.a. menanyakan soal wabah itu. Terutama, keadaan orang-orang beriman yang terjebak di daerah bencana. Rasulullah saw. mengatakan bahwa wabah tha’un merupakan siksa Allah yang dikirimkan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Tetapi, Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi para hamba-Nya yang beriman. Maka, seorang mukmin yang berada di daerah yang kejangkitan wabah itu, jika sabar dan ikhlas karena ia mengerti tidak akan terkena wabah itu kecuali kalau memang sudah ditakdirkan Allah baginya, maka Allah akan mencatat baginya pahala seorang mati syahid. (HR. Bukhari).

Bencana memang tidak akan pilih kasih. Apakah di situ ada orang saleh atau penikmat maksiat. Semua akan kena. Semua akan merasakan kedahsyatannya. Cuma bedanya, orang kafir merasakannya sebagai azab. Sementara orang mukmin sebagai rahmat Allah swt. Dengan catatan: sabar dan ikhlas.

Namun, Allah swt. mengingatkan agar orang-orang beriman berupaya keras melakukan perbaikan. Seorang mukmin tidak dibenarkan membiarkan kemaksiatan membudaya di lingkungannya. Karena ketika siksa datang, siapa pun akan terkena kedahsyatannya. Termasuk orangorang yang beriman.

Allah swt. mengingatkan hal itu dengan sebutan fitnah. Firman Allah, swt. dalam surah Al-Anfal ayat 25, "Dan peliharalah dirimu dari fitnah (siksaan) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya."

Fitnah memang punya beberapa arti. Ia bisa berarti siksaan seperti tersebut di surah ke-85 ayat 10. Fitnah juga berarti ujian seperti di surah ke-29 ayat 2 dan 3: Juga berarti kemusyrikan, dalam surah ke-8 ayat 39, dan lain-lain..

Ketika bencana sudah terjadi,besar atau kecil, seorang mukmin harus bersikap positif. Ia tidak mengeluh, apalagi menggugat: Allah tidak adil!" (QS. 89: 15-16)

Selalu saja, semua yang Allah turunkan termasuk juga bencana akan punya hikmah. Ada pelajaran di balik penderitaan seorang mukmin. Di sana ada ampunan, teguran, solidaritas, juga pendidikan kesabaran dan keikhlasan. Wallahu’alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar